Minggu, 22 Desember 2019

MAKALAH : Sejarah Islam Modern Pendidikan di Negara-Negara Islam Pada Masa Modern


SEJARAH ISLAM MODERN
PENDIDIKAN DI NEGARA-NEGARA ISLAM PADA MASA MODERN


Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Islam Modern

Disusun Oleh:
1.      LIYANI JAZILATUL HIMMAH   (1717402021)
2.      ROFIQOH NUR ALIFAH               (1717402032)
3. IRSYAD KHOIRUL FAUZAN          (1717402018)


4 PAI A
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
PURWOKERTO
2019
PENDIDIKAN DI NEGARA-NEGARA ISLAM PADA MASA MODERN

A.    Pendidikan di Turki Pada Masa Modern
Pendiri Kerajaan  Turki  Usmani adalah  bangsa  Turki dan  kabilah  Oghuz. Mereka  masuk  islam  sekitar  abad  ke-9  atau  ke-10  dibawah  pimpinan  Ortoghol. Ortoghol meninggal dunia tahun 1289 M. Kepemimpinan dilanjutkan oleh putranya  Usman.  Dia  inilah  yang  dianggap  sebagai  pendiri  kerajaan  Usmani.
Sebelum  meninggal  Usman  menunjuk  putranya  Orkhan  (untuk menggantikan  posisinya)  yang  telah  dididik  sebagai  seorang  prajurit  dibawah pengawasan  ayahnya,  dan  telah  menunjukkan  kemampuannya  di  dalam  banyak peperangan, terutama dalam penaklukan Brusa.[1] Kerajaan Usmani sangat gencar melakukan ekspansi guna meluaskan wilayah kekuasaannya, sehingga pada masa Orkhan  sebagian  dari  wilayah  Eropa  telah  ditundukkan.  Begitu  juga  yang dilakukan oleh sultan –sultan berikutnya, hingga Turki Usmani menjelma menjadi raksasa yang disegani Eropa dan sekutunya.
     Pada masa Usmani, dibalik kejayaan ekspansinya telah terjadi kelesuan intelektual  yang accut. Lebih menarik lagi,  karena  pada  periode  akhir  Usmani,  Eropa  saat  itu  justru  mengalami Aufklarung  danrenaissance  dengan  segala  dimensinya  yang  berpengaruh  secara mondial.[2]
1.      Pendidikan  Usmani  Zaman  Modern  (Mahmud  II,  1808  -  Era Tanzimat  -  Era Usmani Muda  -  Turki Muda  -  Abdul Majid II, 1922 M)
a.      Masa Mahmud II
Kerajaan  Turki  pada  awal  abad  kesembilan  belas  dalam  kondisi  yang berantakan dan terpecah-pecah. Secara praktis di Ottoman  terjadi stagnasi bidang ilmu  dan  teknologi.  Kemajuan  militer  Usmani  tidak  diimbangi  dengan  sains.
Ketika  pihak  Eropa  berhasil  mengembangkan  teknologi  persenjataan,  pihak Usmani menderita kekalahan kettika terjadi kontak senjata dengan mereka.
Mahmud  II  (Sultan  ke-33)  dinilai  sebagai  penggagas  tonggak  reformasi Usmani serta  berpengaruh  besar  bagi  perkembangan  pembaruan  dikerajaan  Usmani ialah perubahan dibidang pendidikan. Pada  tahun  1827  M  ia  mendirikan  sekolah  kedokteran  dikota  Istambul yang  bertujuan  mendidik  dokter  militer  baru.  Sekitar  tahun  1831  dua  lembaga untuk  tujuan  militer  juga  didirikan   yaitu  Muzika-i  Humayun  Mektebi  yang  merupakan  sekolah  musik kerajaan   dan  Mektab-i  Ulum-i  Harbiye  yang  merupakan  akademi  militer  kerajaan.[3]
Untuk  masyarakat  umum,  ia  mengubah pola  madrasah  tradisional  disesuaikan  dengan  zamannya  (abad  ke-19)  dan mengikis buta aksara. Dalam kurikulum baru dimasukkan pelajaran umum.[4] Maka  ia  mendirikan  madrasah  pengetahuan  umum  dan  sastra,  Mektebi  Ma’arif  dan mektebi Ulum-u Adebiye.  Siswa kedua sekolah itu dipilih dari madrasah bermutu tinggi.
Di  kedua  madrasah  itu  diajarkan  bahasa  Prancis,  ilmu  bumi,  ilmu  ukur, sejarah,  dan  ilmu  politik  disamping  bahasa  Arab.  Sekolah  pengetahuan  umum mendidik  siswa  untuk  menjadi  pegawai  administrasi,  dan  sekolah  sastra menyiapkan penterjemah-penterjemah untuk kepentingan pemerintah.
Disamping itu Sultan Mahmud II mendirikan pula sekolah militer, sekolah teknik,  sekolah  kedokteran  dan  sekolah  pembedahan.  Kedua  sekolah  terakhir kemudian  digabung  dalam  satu  wadah  Dar-ul  lum-u  Hikemiye  ve  Mekteb-I Tibbiye-I Sahane menggunakan bahasa Prancis. Di sekolah ini terdapat pula bukubuku  filsafat  dan  berbagai  pengetahuan  umum.  Buku-buku  barat  diterjemahkan keadalam  bahasa  Turki.  Selain  mendirikan  sekolah  Sultan  Mahmud  II  juga mengirim siswa-siswa berbakat ke Eropa untuk belajar.[5]
b.      Era TANZIMAT
Tanzimat  atau  dalam  bahasa  Turki  dikenal  dengan  Tanzimat-i Khairiye yang  berlangsung  dari  tahun  1839-1876  M.[6] Tanzimat  adalah  gerakan pembaharuan  di  Turki  yang  diperkenalkan  ke  dalam  sistem  birokrasi  dan pemerintahan  Turki  Usmani  semenjak  pemeritahan  Sultan  Abdul  Majid  (1839-1861),  putra  Sultan  Mahmud  II,  dan  Sultan  Abdul  Aziz  (1861-1876).  Kata tersebut mengandung arti mengatur, menyusun dan memperbaiki. Pada masa ini banyak diterbitkan beberapa peraturan untuk memperlancar proses pembaharuan.
Periode tanzimat telah membawa perubahan di bidang hukum, pendidikan, dan  pemerintahan.  Sebelum  periode  tanzimat,  aktivitas  pendidikan  dikerajaan Turki  bukanlah  merupakan  tanggung  jawab  kerajaan,  tetapi  tanggung  jawab masing-masing kelompok keagamaan-millet. Pendidikan bagi umat islam berada dibawah  kontrol  ulama  dan  diarahkan  kepada  pendidikan  agama.  Upaya  untuk menarik  tanggung  jawab  pendidikan  ke  wilayah  kekuasaan  telah  dimulai  sejak kebijakan  tanzimat  diumumkan.  Pada  tahun  1773  didirikan  sekolah  pendidikan angkatan laut, sekolah militer (1793), sekolah teknik dan kedokteran (1827), dan akademi ilmu  kemiliteran  (1834).  Keseluruhan  sekolah  yang  telah  didirikan tersebut diperuntukkan untuk pendidikan para anggota militer kerajaan. Lembaga serupa  bagi  pendidikan  para  diplomat  dan  birokrat  juga  didirikan,  termasuk didalamnya  Badan  Penterjemahan  (1833)  dan  sekolah  ketatanegaraan,  yang kemudian menjadi fakultas ilmu politik Universitas Ankara 1950.[7] Rencana  ambisius  di  bidang  pendidikan  dimulai  tahun  1846.  Rencana tersebut  memberikan  sebuah  system  pendidikan  secara  menyeluruh  sejak pendidikan  dasar  hingga  pendidikan  tinggi  dibawah  Kementrian  Pendidikan (wezaret-i  ma’arf-i  ‘umumiye).  Pada  tahun  1869  kerajaan  bahkan  mengeluarkan rencana  pemberian  bantuan  penuh  bagi  pendidikan  tingkat  dasar.  Peningkatan mutu  pendidikan  di  sekolah  negeri  sangat  dibantu  oleh  contoh  perkembangan sekolah non-muslim.
c.       Masa Abdul Hamid (Usmani Muda)
Pada masa Sultan Abdul Hamid (diangkat 1876 M-sultan ke-37), ditengah pergolakan politik Usmani dan pro-kontra sistem pemerintahan dengan kelompok pembaru  Usmani  Muda,  di  bidang  pendidikan  ia  telah  mendirikan  beberapa perguruan  tinggi,  Sekolah  Hukum  Tinggi  (1878),  Sekolah  Tinggi  Keuangan (1878), Sekolah Tinggi Kesenian (1879), Sekolah Tinggi Dagang (1882), Sekolah Tinggi  Teknik  (1888),  Sekolah  Dokter  Hewan  (1889),  Sekolah  Tinggi  Polisi (1891), dan Universitas Istambul (1900).
Sekolah-sekolah  dasar  dan  menengah baru  didirikan.  Untuk  mengatasi  kebutuhan  tenaga  guru  dibuka  pula  sekolahsekolah guru. Kaum wanita bebas memilih sekolah, hingga bermunculan dokter-dokter dan hakim-hakim dari wanita. Pendidikan di Mesir pada masa modern.
d.      Era Turki Muda
Kaum wanita pada masa Turki Muda memperoleh perhatian yang besar. Di  bidang  penddidikan,  kesempatan  bagi  kaum  wanita  untuk  memperoleh pendidikan  juga  dibuka  lebar-lebar.  Kalau  pada  periode  tanzimat,  kaum  wanita telah  memperoleh  kesempatan  belajar  ditingkat  dasar,  maka  pada  periode  Turki Muda kesempatan bagi wanita untuk belajar ditingkat menengah dan tinggi juga terbuka  sangat  lebar.  Pada  tahun  1917  undang-undang  keluarga,  disahkan  oleh pemerintah  dan  dengan  sendirinya  merupakan  selangkah  lebih  maju  bagi  kaum wanita untuk memperoleh haknya.
Sampai  disini  perkembangan  sejarah  pendidikan  islam  di  kerajaanTurki Usmani  berakhir  seiring  dengan  berakhirnya  kerajaan  Ottoman.  Sultan  Majid  II digulingkan dan kekuasaan beralih ke tangan Mustafa Kamal Attaturk, yang  menanamkan  westernisasi  dan  sekularisasi  di  berbagai  sendi  kehidupan nasional Turki.

B.     Pendidikan di Mesir Pada Masa Modern
A.L.Tibawai menjelaskan bahwa awal modernisasi pendidikan dimulai dari pemerintahan di Mesir pada masa pemerintahan Muhammad Ali Pasha. Kontak kebudayaan antara Mesir dan kebudayaan yang di bawa oleh Napoleon Bonaparte menimbulkan kesadaraan umat Islam bahwa mereka telah tertinggal jauh dari Eropa. Pada masa Muhammad Ali Basya, dikirimkanlah beberapamahasiswa ke eropa untuk mempelajari ilmu kemanusiaan dan pemikiran modern. Sungguh pun seorang yang buta huruf namun iamengerti akan pentingnya pendidikan dan ilmu pengetahuan. Untuk kemajuan suatu negara, ia mendirikan satu kementrian pendidikan, untuk pertama kalinyaia mendirikan sekolah militer di Mesir pada tahun 1815, sekolah teknik pada tahun 1816, dan sekolah kedokteran pada tahun1827. Guru-gurunya didatangkan dari Barat. Muhammad Ali merubabah sistem atau imprastruktur yang selama ini dipakai kepada pembaharuan. Karena iayakin bahwa kekuasaannya hanya dapat dipertahankan dan di perbesar dengan kekuatan militer. Sebagai penguasa Mesir, ia mengirim orang-orang Mesir untuk menuntut ilmu ke Eropa, terutama ke Paris. Sementara di Kairo sendiri, mulai tahun 1816 didirikan sekolahsekolah modern, seperti sekolah militer, teknik, kedokteran, apoteker, pertanian dan
sebagainya. Sekolah-sekolah yang didirikan Muhammad Ali ini berorentasi pada pendidikan Barat, dan jauh dari ruh Islam, karena mengenyampingkan pendidikan Islam. Sementara di al-Azhar, sebagai benteng pendidikan ke-Islaman, terus bersikeras pada corak tradisionalnya. Realitas ini menyebabkan adanya dualisme pendidikan di Mesir.Kesadaran ini menimbulkan pelbagai pergerakan pembaharuan dari kalangan umat Islam, salah satu pelopornyaadalah Muhammad Ali Pasha. Setelah Muhammad Ali menjadi penguasa tunggal di Mesir, ia tidak mengalami kesukaran dalam merealisasikan konsep pembaharuannya, terutama di bidang pendidikan. Pada tahun 1864 M Kantor Administrasi Syeikh Al-Azhar mengeluarkan keputusan  tentang materi-materi yang dipelajari di Al-Azhar; Fiqh, Nahwu, Sharf, Ma’âni, Bayân, Badi’, Matan Lughah, ‘Arûdh, Qâfiyah, Filsafat, Tashawuf, Mantiq, Hisab, Aljabar, Falak, Enginering, Sejarah dan Rasm al-Mushaf. Dan tenaga pengajar adalah para alumni yang telah menamatkan sedikitnya sebelas disiplin ilmu diatas dan lulus seleksi dan ujian yang ditangani majelis yang terdiri dari enam orang yang diketuai syeikh Al-Azhar Memasuki era modern, Al-Azhar mengalami modernisasi. Paham Sunni yang mengakar kuat itu membuka jalan bagi Al-Azhar untuk menumbuhkan moderasi dan membuka kanal-kanal pemikiran dalam koridor kesunnian. Paham Sunni dianggap ikon kebangkitan dari keterpurukan, kebodohan dan penindasan kekuasaan dari imprealisme pihak asing .Cikal bakal munculnya pemikiran modern diawali dengan pemikiran salah seorang tokoh pembaharu dari mesir yakni Muhammad Abduh.
Target pembaharuan Muhammad Abduh:
1)      Purifikasi. Pemurnian ajaran Islam mendapat perhatian serius dari Muhammad Abduh berkaitan dengan munculnya bid’ahdan khurafatyang masuk dalam kehidupan beragama umat Islam,
2)      Reformasi. Muhammad Abduh, dalam mereformasi pendidikan tinggi Islam terkonsentrasi pada universitas almamaternya, al-Azhar. Ia menyatakan bahwa kewajiban belajar itu tidak hanya mempelajari buku-buku klasik berbahasa Arab yang berisi dogma ilmu agama untuk membela Islam. Akan tetapi, kewajiban belajar juga terletak pada mempelajari sains-sains modern, serta sejarah dan agama Eropa, agar diketahui sebab-sebab kemajuan yang telah mereka capai.
3)      Pembelaan Islam. Muhammad Abduh, melalui Risalah Tauhid-nya tetap mempertahankan jati diri Islam. Usahanya untuk menghilangkan unsurunsur asing merupakan bukti bahwa ia tetap yakin dengan kemandirian Islam. Abduh, terlihat tidak pernah menaruh perhatian pada paham-paham ateis atau anti agama yang marak di Eropa. Ia lebih tertarik untuk memperhatikan serangan-serangan terhadap Islam dari sudut keilmuan, 4. Reformulasi. Agenda ini dilaksanakan Abduh dengan membuka kembali pintu ijtihad. Karena menurutnya, kemunduran umat Islam disebabkan dua faktor: eksternal dan internal, yakni kejumudan umat Islam sendiri. Abduh dengan refomulasinya menegaskan bahwa Islam telah membangkitkan akal pikiran manusia dari tidur panjangnya, sebenarnya manusia tercipta dalam keadaan tidak terkekang, termasuk dalam hal berpikir.[8]

C.    Pendidikan di India Saat Ini
1.      Tujuan Pendidikan
a.       Untuk memberantas buta huruf.
b.      Untuk meningkatkan perkembangan ekonomi.
c.       Untuk meningkatkan mobilitas dan integrasi sosial.
d.      Untuk memajukan dan mengembangkan ilmu dan teknologi
e.       Untuk memperbaiki kondisi sosial masyarakat.
2.      Sistem Pendidikan
India adalah negara yang menganut sistem pendidikan dengan pola 10+2+3/4/5. Sistem pendidikan di India dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu Pendidikan Anak Usia Dini (preschool), Taman Kanak-kanak (Kindergarten), serta pola pendidikan 10+2+3/4/5.
Pola 10+2+3/4/5 dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenjang pendidikan, diantaranya Basic Education (10 tahun), Pre University School (2 tahun), dan College (3, 4, atau 5 tahun). Basic education terdiri dari Pendidikan Dasar (Primary School) 5 tahun, Sekolah Dasar Menengah (Upper Primary School) 3 tahun, dan Sekolah Menengah Atas (Secondary School) 2 tahun.
3.      Lembaga-lembaga dalam Pendidikan India
a.       National Council of Research dan Training (NCERT) yang bertugas mengelola kurikulum.
b.      National University of Educational Planning and Administration (NUEPA) yaitu badan pengembangan dan perencanaan pendidikan tinggi.
c.       National Council for Teacher Education (NCTE) yaitu badan akreditasi sekolah dan kinerja guru.
d.      National Book Trust (NBT) yaitu badan yang menyediakan buku dari jenjang pendidikan dasar hingga universitas.
4.      Jenis-jenis Pendidikan di India
Jenis-jenis sekolah yang terdapat di India adalah sebagai berikut:
a.       Sekolah Negeri (Public School)
b.      Sekolah Swasta (Private School)
c.       Sekolah Internasional (International School)
d.      Sekolah Nasional Terbuka (National Open School)
e.       Sekolah bagi siswa berkebutuhan khusus (Special Needs School)
5.      Jenjang Pendidikan di India
a.       Pendidikan Dasar (Primarily School)
Pendidikan dasar merupakan pendidikan yang setara dengan SD di Indonesia namun hanya dilaksanakan selama 5 tahun. Pendidikan dasar diselenggarakan secara gratis, namun sarana dan prasarananya masih kurang layak, terutama untuk sekolah negeri.untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pendidikan dasar, India melarang buruh usia anak-anak. Pendidikan dasar di India masih memiliki sarana-prasarana yang memprihatinkan, sebaran sekolah yang tak merata, rasio guru-siswa yang masih tinggi, serta masih sedikitnya pelatihan guru. Upaya India untuk mewujudkan pendidikan bermutu adalah pembentukan District Primary Education Programme (DPEP) untuk mewujudkan universalisasi pendidikan dasar India melalui reformasi dan revitalisasi sistem pendidikan dasar. 85% anggaran dari DPEP dibiayai oleh pemerintah sedangkan sisanya 15% dibiayai oleh pemerintah negara bagian.
b.      Pendidikan Menengah (Secondary Education)
Pendidikan jenjang menengah (Secondary Education) dibangun melalui kebijakan pendidikan nasional (National Policy on education-NPE). Pendidikan menengah menampung anak-anak usia 14-18 tahun yang berjumlah 885 juta anak sesuai sensus penduduk India tahun 2001. Meskipun hanya 31 juta anak yang bersekolah pada tahun 2001 dan 2002, yang berarti dua pertiga dari populasi masih belum bersekolah. Sejak tahun 1974, program pendidikan terintegrasi bagi anak-anak kurang mampu mulai diterapkan tidak hanya di jenjang pendidikan dasar tetapi juga pendidikan menengah.
c.       Pendidikan Tinggi di India
Tahun 2009, India memiliki 215 universitas negeri, 100 institusi yang setara dengan universitas, 5 institusi yang menjadi kepentingan nasional dan institusi lain yaitu 16.000 perguruan tinggi, termasuk diantaranya adalah 1800 perguruan tinggi khusus wanita. Seluruh perguruan tinggi di bawah naungan badan bernama University Grand Comission.
Jenjang perguruan tinggi di India adalah sebagai berikut:
(i)       Strata 1 (Bachelor Degree) 3 tahun
-Hukum dan arsitek 5 tahun
-Jurusna teknik, teknologi, seni lukis, kedokteran gigi 4 tahun
-Jususan fisipol, humaniora, dan eksak, tidak ada skripsi.
(ii)     Strata 2 (Master Degree) 2 tahun
(iii)   Strata 3 (Doctor) selama 5 tahun
Dari segi mutu, pendidikan tinggi di India lebih maju daripada pendidikan tinggi di Indonesia.
6.      Kurikulum di India
a.       Prinsip Pengembangan Kurikulum
(i)       Seluruh penduduk India harus memiliki kesempatan yang sama dalam akses memperoleh pendidikan.
(ii)     Kurikulum harus mampu membantu pengembangan potensi siswa.
(iii)   Agar nilai-nilai luhur tidak tergerus oleh arus globalisasi, sangat penting untuk menanamkan nilai moral dan sosial yang baik pada siswa melalui kurikulum.[9]



DAFTAR PUSTAKA

Bakhrudin, Mukhammad. Turki: Menuju Sistem Pendidikan Modern Dalam Sebuah Masyarakat Dmokrasi, Tadarus: Jurnal Pendidikan Islam Vol. 5 No. 2, 2016.
DR. Syafiq A. Mughni, Sejarah Kebudayaan Islam di Turki (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1999). Lapidus, Ira M. Sejarah Sosial Umat Islam.  (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 1999)
Mahmuddunaser, Syaikh. Islam It’s Concept and History (New Delhi: Nusrat Ali Nasri, 1981)
Nasution, Harun. Pembaharuan Dalam Islam; Sejarah Pemikiran dan Gerakan (Jakarta : Bulan Bintang, 1988) Ulum, M. Miftahul. Pembaharuan Pendidikan Islam Pada Awal Abad Ke-20 (STAIN Ponorogo: Cendekia; Jurnal Kependidikan dan Kemasyarakatan, Vol. 4 No. 1 Januari-Juni 2005)
Sukino, Arief. Dinamika Pendidikan Islam di Mesir dan Implikasinya Terhadap Transformasi Keilmuan Ulama Nusantara”, STUDIA DIDAKTIA: Jurnal Ilmiah Pendidikan, Vol. 10 No.1 Tahun 2016 ISSN 1978-8169.










[1] Syaikh Mahmuddunaser, Islam It’s Concept and History (New Delhi: Nusrat Ali NAsri, 1981), hlm. 28.
[2] Mukhammad Bakhrudin, “Turki: Menuju Sistem Pendidikan Modern Dalam Sebuah Masyarakat Dmokrasi, Tadarus: Jurnal Pendidikan Islam Vol. 5 No. 2, 2016, hlm. 2.
[3] DR. Syafiq A. Mughni, Sejarah Kebudayaan Islam di Turki (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm.123.
[4] M. Miftahul Ulum, Pembaharuan Pendidikan Islam Pada Awal Abad Ke-20 (STAIN Ponorogo : Cendekia; Jurnal Kependidikan dan Kemasyarakatan, Vol. 4 No. 1 Januari-Juni 2005), hlm. 57.
[5] Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam; Sejarah Pemikiran dan Gerakan (Jakarta : Bulan Bintang, 1988), hlm.16.
[6] Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam  (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 1999),hlm. 74.
[7] DR. Syafiq A. Mughni, 131
[8] Arief Sukino,”Dinamika Pendidikan Islam di Mesir dan Implikasinya Terhadap Transformasi Keilmuan Ulama Nusantara”, STUDIA DIDAKTIA: Jurnal Ilmiah Pendidikan, Vol. 10 No.1 Tahun 2016 ISSN 1978-8169, hlm. 29-30.